Senin, 18 Februari 2013

Alat pedeteksi longsor karya anak bangsa

Alat Pendeteksi Longsor Hasil Karya Anak Bangsa

Alat deteksi longsor yang terpasang di 30 lokasi masih berfungsi baik. Namun, masih perlu untuk penyempurnaan.

longsor,bencana alamMasyudi Syachban Firmansyah (Fotokita.net)
Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melakukan pemetaan geologi untuk mengantisipasi bencana longsor. Sekaligus meninjau kondisi alat deteksi longsor yang dipasang di daerah rawan longsor di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Minggu (22/4). Berdasarkan penelitiannya, alat deteksi longsor di beberapa wilayah di Indonesia masih berfungsi dengan baik.
Alat deteksi longsor ini merupakan hasil karya dua staf pengajar di Fakultas Teknik UGM, Dwikorita Karnawati dan Faisal Fathani. Menurut Faisal Fathani, alat deteksi longsor adalah untuk mendeteksi jarak keretakan tanah untuk menentukan potensi terjadinya longsor. Apabila dalam kondisi bahaya maka alat tersebut akan mengirim sinyal sehingga sirene akan berbunyi sebagai bentuk peringatan dini.
Ketika sirene berbunyi hingga radius 500 meter, masyarakat biasanya harus waspada dan melakukan evakuasi. “Untuk pengoperasian alat dan perawatannya kami selalu melibatkan masyarakat,” kata Faisal.
Ia menjelaskan, sejak tahun 2008 lalu, alat deteksi longsor sudah dipasang di 30 lokasi yang tersebar di Pulau Jawa dan luar Jawa. Beberapa wilayah di antaranya Kebumen, Karanganyar, Banjarnegara, Situbondo, Kulonprogo, dan daerah pertambangan di Kalimantan.
Dwikorita menuturkan, penyempurnaan alat deteksi longsor masih terus dilakukan. Bahkan penyempurnaan alat ini sudah memasuki generasi ketiga dan sudah mendapatkan hak paten dan penghargaan internasional. Alat deteksi longsor generasi pertama telah ditiru dan dipasarkan oleh pabrikan China. “Hal itu terjadi ketika beberapa peneliti asal China kita ajak meninjau lokasi keberadaan alat tersebut di Kebumen,” katanya.
Pembuatan alat juga sudah menggunakan 95 persen komponen lokal. Harga tiga jenis alat deteksi longsor ini bervariasi, menyesuaikan dengan tingkat kecanggihan alat tersebut. “Harganya berkisar Rp5 juta hingga Rp20-an juta,” katanya.
Sementara itu, Wagimin (37), warga Dusun Ledok Sari, mengakui ada empat alat yang dipasang di dusun ledoksari. Alat tersebut dipasang setelah terjadi longsor yang merenggut 35 korban pada akhir 2007 lalu. “Selama dua bulan masyarakat diajak ikut pelatihan. Alat ini kita fungsikan saat musim hujan saja,” katanya.
Pakar Geologi UGM Sugeng Wijono mengatakan, wilayah dusun Ledoksari tidak lepas dari ancaman longsor. Karena secara geografis daerah ini dikelilingi perbukitan dengan kemiringan lereng yang relatif curam dan tersusun oleh breksi andesit lapuk dan terpotong oleh bidang kekar. Tak hanya itu, wilayahnya pun  minim vegetasi sebagai penahan air dan gerakan tanah pada saat musim hujan tiba.
(Olivia Lewi Pramesti)

0 komentar:

Posting Komentar